Minggu, 12 Desember 2010

Menipisnya Lapisan Ozon

Ancaman yang diketahui terhadap keseimbangan ozon adalah kloroflorokarbon (CFC) yang mengakibatkan menipisnya lapisan ozon. CFC digunakan oleh masyarakat modern dengan cara yang tidak terkira banyaknya, misalnya dengan :

AC
kulkas
bahan dorong dalam penyembur (aerosol), diantaranya kaleng semprot untuk pengharum ruangan, penyemprot rambut atau parfum
pembuatan busa
bahan pelarut terutama bagi kilang-kilang elektronik
Satu buah molekul CFC memiliki masa hidup 50 hingga 100 tahun dalam atmosfer sebelum dihapuskan. Dalam waktu kira-kira 5 tahun, CFC bergerak naik dengan perlahan ke dalam stratosfer (10 – 50 km). Molekul CFC terurai setelah bercampur dengan sinar UV, dan membebaskan atom KLORIN. Atom klorin ini berupaya memusnahkan ozon dan menghasilkan LUBANG OZON. Penipisan lapisan ozon akan menyebabkan lebih banyak sinar UV memasuki bumi.


Lubang ozon di Antartika disebabkan oleh penipisan lapisan ozon antara ketinggian tertentu seluruh Antartika pada musim semi. Pembentukan ‘lubang’ tersebut terjadi setiap bulan September dan pulih ke keadaan normal pada lewat musin semi atau awal musim panas.

Dalam bulan Oktober 1987, 1989, 1990 dan 1991, lubang ozon yang luas telah dilacak di seluruh Antartika dengan kenaikan 60% pengurangan ozon berbanding dengan permukaan lubang pra-ozon. Pada bulan Oktober 1991, permukaan terendah atmosfer ozon yang pernah dicatat telah terjadi di seluruh Antartika.

1975, dikhawatirkan aktivitas manusia akan mengancam lapisan ozon. Oleh itu atas permintaan “United Nations Environment Programme” (UNEP), WMO memulai Penyelidikan Ozon Global dan Proyek Pemantauan untuk mengkoordinasi pemantauan dan penyelidikan ozon dalam jangka panjang. Semua data dari tapak pemantauan di seluruh dunia diantarkan ke Pusat Data Ozon Dunia di Toronto, Kanada, yang tersedia kepada masyarakat ilmiah internasional.

1977, pertemuan pakar UNEP mengambil tindakan Rencana Dunia terhadap lapisan ozon; 1987, ditandatangani Protokol Montreal, suatu perjanjian untuk perlindungan terhadap lapisan ozon. Protokol ini kemudian diratifikasi oleh 36 negara termasuk Amerika Serikat. 1990 Pelarangan total terhadap penggunaan CFC sejak diusulkan oleh Komunitas Eropa (sekarang Uni Eropa) pada tahun 1989, yang juga disetujui oleh Presiden AS George Bush.

1991 Untuk memonitor berkurangnya ozon secara global, National Aeronautics and Space Administration (NASA) meluncurkan Satelit Peneliti Atmosfer. Satelit dengan berat 7 ton ini mengorbit pada ketinggian 600 km (372 mil) untuk mengukur variasi ozon pada berbagai ketinggian dan menyediakan gambaran jelas pertama tentang kimiawi atmosfer di atas. 1995, lebih dari 100 negara setuju untuk secara bertahap menghentikan produksi pestisida metil bromida di negara-negara maju. Bahan ini diperkirakan dapat menyebabkan pengurangan lapisan ozon hingga 15 persen pada tahun 2000.

1995 CFC tidak diproduksi lagi di negara maju pada akhir tahun dan dihentikan secara bertahap di negara berkembang hingga tahun 2010.
Hidrofluorokarbon atau HCFC, yang lebih sedikit menyebabkan kerusakan lapisan ozon bila dibandingkan CFC, digunakan sementara sebagai pengganti CFC.

Memang timbulnya penipisan lapisan ozon ini dipicu dari tingginya pemakaian CFC oleh negara-negara maju beberapa dekade yang lalu, namun guna menormalkan kembali kondisi ozon ini diperlukan kerja sama yang baik dari semua pihak. Baik negara maju maupun negara berkembang yang saat ini masih menginginkan penggunaan zat kimia buatan manusia tersebut dalam industrinya perlu melakukan tindakan yang diperlukan.

Tindakan yang dapat kita lakukan saat ini demi memelihara lapisan ozon, misalnya mulai mengurangi atau tidak menggunakan lagi produk-produk rumah tangga yang mengandung zat-zat yang dapat merusak lapisan pelindung bumi dari sinar UV ini. Untuk itu, diperlukan upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam program perlindungan lapisan ozon, pemahaman mengenai penanggulangan penipisan lapisan ozon, memperkenalkan bahan, proses, produk, dan teknologi yang tidak merusak lapisan ozon. Bila tidak, maka proses penipisan ozon akan semakin meningkat dan mungkin saja akan menyebabkan lapisan ini tidak dapat dikembalikan lagi ke bentuk aslinya

Sabtu, 11 Desember 2010

Pembudidayaan Tanaman Dengan Teknik Cangkok dan Ste

Pembudidayaan Tanaman Dengan Teknik Cangkok dan Stek 
Untuk pernbudidayaan tanaman dapat dilakukan dengan cara menyetek dan mencangkok. Kedua teknik ini merupakan teknik yang telah banyak digunakan untuk rnemperbanyak tanamin secara vegetative. Banyak keuntungan dari teknik ini, selain caranya mudah, juga dapat diperoleh keturunan yang banvak dalam waktu yang relatif cepat sehingga cara ini juga efektif untuk membudidayakan tanaman yang tergolong langka.
Mencangkok merupakan salah sattu cara memperoleh perakaran dari suatu cabang tanaman tanpa mcmotong cabang tersebut dari induknya.

'Ada dua cara mencangkok yang sering dilakukan di Indonesia, yaitu 'cangkok kerat dan cangkok belah. Cangkok kerat dilakukan terhadap tanaman vang kulitnya mudah untuk dilepas, sedangkan cangkok belah dilakukan untuk tanaman-tanaman yang kulitnya sukar dilepaskan. Waktu mencangkok sebaiknva dilakukan pada musim hujan. Bila
dilakukan pada musim kemarau, cangkokan sebaiknya harus selalu disiram untuk mencegah kekeringan. Adapun cara mencangkok adalah?
1) Tentukan satu jenis tanaman yang akan dicangkok. Biasanya dipilih dari tanaman yang berkualitas unggul, seperti rasa, ukuran buah, ukuran batang dan perawatan tanaman.
2) Pilihlah satu atau dua cabang yang masih sehat, tidak terlalu tua, dan
tidak terlalu muda.
3) Buatlah dua buah keratan melingkar pada daerah pangkal cabang. Jarak antara keratan yang satu dengan yang berikutnya berkisar antara 2-5 cm tergantung besarnya diameter cabang tanaman.
4) Lepaskan kulit di antara dua keratan tadi dan buanglah lapisan kambium yang masih melekat pada kayu dengan cara mengeriknya hingga lapisan kambium yang berupa lendir hilang.
5) Tutup bagian cabang vang telah dilepaskan kulitnya dengan media yang berupa bubuk sabut kelapa, pupuk kandang, kompos atau mos (akar pakis sararrg) r'arrg banyak tersedia di toko bibit tanaman dan buah-buahan.
6) Rungkus media c.rngkokan dengan sabut kelapa, ijuk, atau plastic yang dilubangi.
7) Basahilah cangkokan tersgb11t1ia p hari dengan air agar tetap lembab.
8) Biarkan beberapa n'aktu l.rmanva sampai terlihat adanya pertumbuhan akar di sekitar tanah penutup luka cabang tanamin yang dicangkok tersebut.
9) Potonglah cabang tadi di sebelah barvah keratan atau akar untuk di tanam terpisah dari induknva.
Stek merupakan salah satu cara memperoleh perakaran tanaman dari suatu bagian tanaman (cabang, pucuk, daun, atau akar) dengan memotong bagian tanaman tersebut dari induknya dan menanamnya dalam suatu media persemaian. Media persemaian untuk stek yang biasa digunakan adalah pasir atau campuran pasir dengan humus. salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan stek adalah mencegah terjadinya penguapan yang terlalu tinggi pada stek tersebut.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah daun dan mempertinggi kelembaban udara di sekitar media. Berikut ini adalah langkah menyetek cabang tanaman:
1) Siapkan wadah persemaian yang telah berisi media berupa campuran pasir dan humus dengan perbandingan 3 : 1.
2) Tentukan satu atau beberapa bagian tanaman yang akan distek.
3) Pilihlah satu bagian cabang taniman yang sehat dari tanaman yang
akan distek.
4)Buatlah beberapa potongan cabang yang telah dipilih tadi, masingmasing panjangnya sekitar 10-20 cm tergantung panjang ruas pada cabang tersebut. Bagian bawah dari potongan dibuat runcing untuk memperluas tempat tumbuhnya akar. Setiap potongan cabang dapat disertai dengan daun atau tidak. Potongan cabang yang disertii daun, jumlah daunnya diusahakan tidak terlampau banyak.
5) Tanamkan potongan-potongan cabang tadi pada baki persemaian yang telah disediakan, kemudian tutuplah baki tersebut dengan kaca atau plastik bening untuk menjaga kelembaban di sekitar persemaian. (untuk stek daun dan pucuk, pengerjaannya hampir mirip dengan Iangkah di atas)

Jumat, 10 Desember 2010

Bayi Tabung

Teknologi reproduksi kini telah menembus berbagai metode canggih untuk menolong pasangan yang kesulitan mendapatkan keturunan. Gebrakan pertama terjadi saat metode "bayi tabung" pertama melahirkan Louise Brown asal Inggris pada 1978. Setelah itu, banyak teknik lain yang lebih mengagumkan berturut-turut ditemukan, termasuk metode penyuntikan satu sperma terhadap satu sel telur secara in vitro.

Setelah menunggu delapan tahun, akhirnya Rina (nama samaran) berhasil melahirkan seorang bayi mungil berkat bantuan teknologi rekayasa reproduksi in vitro atau lebih populer disebut "bayi tabung".

Ia bahagia sekali saat diberi tahu dirinya berhasil mengandung. Semula suaminya sempat putus asa karena hasil laboratorium menunjukkan, pada cairan maninya tidak ditemukan sperma. Namun, berkat kecanggihan teknologi reproduksi, pasangan ini berhasil menimang bayi laki-laki sehat melalui penyuntikan sel mani suami ke sel telur istrinya secara in vitro.

Seorang wanita Inggris bahkan mengalami kasus yang lebih unik. Suaminya dinyatakan menderita kanker pada testisnya dan organ ini harus dibuang. Padahal, keduanya sangat ingin mendapatkan keturunan. Betapa cemasnya mereka, sebab lima tahun sebelumnya, testis yang satu sudah dibuang karena penyakit yang sama. Karena tak sempat mengekstraksi sperma menjelang operasi kedua, maka testis yang sudah dipotong segera dikirim ke klinik pelayanan fertilitas di Aldridge untuk diambil spermanya dan dibekukan.

Berkat teknik yang sama, akhir Juni lalu wanita itu dikabarkan berhasil mengandung. Calon bayinya bahkan diduga kembar. Kebahagiaan bertambah ketika suaminya dinyatakan sembuh dari kanker.

Dengan semakin meningkatnya jumlah pasangan tidak subur pada 30 tahun terakhir, khususnya di negara-negara industri, para ahli di negara-negara seperti Amerika, Inggris, dan Australia, terus mencari teknik yang dapat membantu pasangan tak subur. Jumlah kasus pasangan tak subur diperkirakan sekitar 15% di dunia maupun di Indonesia.

Penyebab infertilitas bermacam-macam, bisa akibat tersumbatnya saluran sel telur pada istri (35%), masalah antibodi, lendir mulut rahim tidak normal, endometriosis, problem sperma suami, dll.

20 tahun teknik bayi tabung


Teknik bayi tabung sempat mencatat keberhasilan luar biasa dan menggemparkan dunia. Metode yang diprakarsai sejumlah dokter Inggris ini berhasil menghadirkan bayi perempuan bernama Louise Brown pada 1978. Sebelum itu, untuk menolong pasangan suami-istri tak subur digunakan teknik inseminasi buatan, yakni penyemprotan sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim dengan bantuan alat suntik. Dengan cara ini diharapkan sperma lebih mudah bertemu dengan sel telur. Sayang, tingkat keberhasilannya hanya 15%.

Pada teknik in vitro yang melahirkan Brown, pertama-tama dilakukan perangsangan indung telur sang istri dengan obat khusus untuk menumbuhkan lebih dari satu sel telur. Perangsangan berlangsung 5 - 6 minggu sampai sel telur dianggap cukup matang dan sudah saatnya "dipanen". Selanjutnya, folikel atau gelembung sel telur diambil tanpa operasi, melainkan dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal (melalui vagina).

Sementara semua sel telur yang berhasil diangkat dieramkan dalam inkubator, air mani suami dikeluarkan dengan cara masturbasi, dibersihkan, kemudian diambil sekitar 50.000 - 100.000 sperma. Sperma itu ditebarkan di sekitar sel telur dalam sebuah wadah khusus. Sel telur yang terbuahi normal, ditandai dengan adanya dua sel inti, segera membelah menjadi embrio. Sampai dengan hari ketiga, maksimal empat embrio yang sudah berkembang ditanamkan ke rahim istri. Dua minggu kemudian dilakukan pemeriksaan hormon Beta-HCG dan urine untuk meyakinkan bahwa kehamilan memang terjadi.

Sejak kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) semakin populer saja di dunia. Di Indonesia, IVF pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, pada 1987. Teknik yang kini disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada 2 Mei 1988. Setelah itu lahir sekitar 300 "adik" Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar empat.

Semakin canggih saja
Sukses besar teknik IVF konvensional ternyata masih belum memuaskan dunia kedokteran, apalagi kalau mutu dan jumlah sperma yang hendak digunakan kurang. Maka dikembangkanlah teknik lain seperti PZD (Partial Zona Dessection) dan SUZI (Subzonal Sperm Intersection). Pada teknik PZD, sperma disemprotkan ke sel telur setelah dinding sel telur dibuat celah untuk mempermudah kontak sperma dengan sel telur. Sedangkan pada SUZI sperma disuntikkan langsung ke dalam sel telur. Namun, teknik pembuahan mikromanipulasi di luar tubuh ini pun masih dianggap kurang memuaskan hasilnya.

Sekitar lima tahun lalu Belgia membuat gebrakan lain yang disebut ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection). Teknik canggih ini ternyata sangat tepat diterapkan pada kasus mutu dan jumlah sperma yang minim. Kalau pada IVF konvensional diperlukan 50.000 - 100.000 sperma untuk membuahi sel telur, pada ICSI hanya dibutuhkan satu sperma dengan kualitas nomor wahid. Melalui pipet khusus, sperma disuntikkan ke dalam satu sel telur yang juga dinilai bagus. Langkah selanjutnya mengikuti cara IVF konvensional. Pada teknik ini jumlah embrio yang ditanamkan cuma 1 - 3 embrio. Setelah embrio berhasil ditanamkan dalam rahim, si calon ibu tinggal di rumah sakit selama satu malam.

Di Indonesia, menurut dr. Subyanto DSOG dan dr. Muchsin Jaffar DSPK, tim unit infertilitas MELATI-RSAB Harapan Kita, ICSI sudah diterapkan sejak 1995 dan berhasil melahirkan anak yang pertama pada Mei 1996. Dengan teknik ini keberhasilan bayi tabung meningkat menjadi 30 - 40%, terutama pada pasangan usia subur.

Berdasarkan pengalaman, menurut dr. Muchsin, peluang terjadinya embrio pada teknologi bayi tabung sekitar 90%, di antaranya 30 - 40% berhasil hamil. Namun, dari jumlah itu, 20 - 25% mengalami keguguran. Sedangkan wanita usia 40-an yang berhasil melahirkan dengan teknik in vitro hanya 6%. Karena rendahnya tingkat keberhasilan dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan pasien, teknik ini tidak dianjurkan untuk wanita berusia 40-an.

Pasangan yang masuk program MELATI tidak harus mengikuti program IVF. Teknik ini hanya ditawarkan kalau setelah diusahakan dengan cara lain, tidak berhasil. Sebelum mengikuti program ini pun pasutri diminta mengikuti ceramah dan menerima penjelasan semua prosedurnya agar diikuti dengan mantap.

Biaya mengikuti program IVF memang tidak murah. Pada akhir 1980-an biayanya sekitar Rp 5 juta. Kini, berkisar antara Rp 13,5 juta - Rp 18 juta. Harga obat suntik perangsang indung telur saja sudah naik hampir empat kali lipat. Padahal, suntikan yang dibutuhkan selama dua minggu mencapai 45 ampul.

Selain RSAB Harapan Kita, Jakarta, teknik IVF juga sudah diterapkan di FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo (Jakarta), Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Surabaya), dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan RS Dr. Sardjito (Yogyakarta).

Kalau sperma kosong
Pada kasus cairan air mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin akibat penyumbatan atau gangguan saluran sperma, kini bisa dilakukan pengambilan sperma dengan teknik operasi langsung pada saluran air mani atau testis. Tekniknya ada dua, MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE (Testicular Sperm Extraction). Pada MESA, sperma diambil dari tempat sperma dimatangkan dan disimpan (epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma langsung diambil dari testis yang merupakan pabrik sperma. Setelah sperma diambil, dipilih yang paling baik. Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah menurut prosedur ICSI. Teknik ini juga sudah diterapkan di RSAB Harapan Kita sejak 1996 dan telah berhasil melahirkan dua anak.

Seperti di negara lain, sejak 1992 Indonesia sudah melakukan simpan beku embrio. Perangsangan indung telur wanita pada prosedur bayi tabung memungkinkan terbentuknya banyak embrio. Tidak mungkin semua embrio ditransfer ke dalam rahim pada saat bersamaan. Embrio yang untuk sementara tidak digunakan dapat disimpan dengan cara kriopreservasi, yang selanjutnya disimpan dalam tabung berisi cairan nitrogen pada suhu 196oC di bawah nol derajat. Kapasitas tabung sekitar 100 embrio.

Simpan beku embrio ini menghemat biaya karena pasangan tidak perlu lagi mengulang proses pengerjaan dari awal lagi bila embrio berikutnya perlu ditanamkan kembali. Tidak seperti di Barat, embrio ataupun sperma yang tersimpan beku di Indonesia hanya diperuntukkan bagi pasutri yang bersangkutan.

Salah satu contoh keberhasilan teknik penyimpanan embrio bisa ditemukan di Belgia. Baru-baru ini lahir seorang bayi laki-laki sehat hasil penanaman embrio yang sudah dibekukan selama 7,5 tahun dari pasangan lain (anonim). Bayi yang dibantu kelahirannya oleh dr. Michael Vermesh ini beratnya 4 kg. Daya tahan embrio yang dibekukan bisa puluhan tahun dan tetap bisa menjadi bayi sehat.

Teknologi reproduksi in vitro ternyata sangat membantu pasangan yang mengalami gangguan reproduksi. Mengupayakan pasutri agar bisa mempunyai anak sungguh merupakan perbuatan mulia dan membahagiakan, sekalipun pembuahannya dilakukan di laboratorium. Seperti halnya Louise Brown, mungkin banyak anak yang dilahirkan melalui teknik ini ikut bersyukur bahwa kedua orang tuanya mengikuti program itu. (Nanny Selamihardja)